Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Petunjuk Teknis Pemberhentian PNS

Peraturan Kepala BKN Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Pemberhentian pegawai negeri sipil (PNS) diatur oleh Peraturan Kepala BKN Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Isi Ringkas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menyelenggarakan manajemen pegawai negeri sipil perihal pemberhentian, diperlukan pengaturan mengenai pemberhentian pegawai negeri sipil yang efektif dan akuntabel;
b. bahwa untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaan pemberhentian pegawai negeri sipil, perlu didukung adanya petunjuk teknis pemberhentian pegawai negeri sipil;
c. bahwa untuk memberikan dasar dan landasan dalam pelaksanaan pemberhentian pegawai negeri sipil, diperlukan peraturan mengenai petunjuk teknis pemberhentian pegawai negeri sipil;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan PemerintahNomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);
3. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2013 tentang Badan Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 128);
4. Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 189);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:

1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai PNS secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
2. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi, tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi.
3. Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPT adalah sekelompok Jabatan tinggi pada instansi pemerintah.
4. Jabatan Administrasi yang selanjutnya disingkat JA adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.
5. Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
6. Pejabat Fungsional adalah PNS yang menduduki JF pada instansi pemerintah.
7. Pejabat yang Berwenang yang selanjutnya disingkat PyB adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS dan pembinaan manajemen ASN di Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Intansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.
10. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.
11. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
12. Pemberhentian Sementara sebagai PNS adalah pemberhentian yang mengakibatkan PNS kehilangan statusnya sebagai PNS untuk sementara waktu.
13. Batas Usia Pensiun adalah batas usia PNS harus diberhentikan dengan hormat dari PNS.
14. Cuti PNS yang selanjutnya disebut dengan Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
15. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukan tingkatan Jabatan.
16. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Pasal 2

Ruang lingkup petunjuk teknis pemberhentian PNS dalam Peraturan Badan ini meliputi:

a. jenis pemberhentian PNS;
b. pelaksanaan pemberhentian PNS;
c. penyampaian keputusan pemberhentian;
d. pemberhentian sementara;
e. pengaktifan kembali;
f. kewenangan pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali;
g. hak kepegawaian bagi PNS yang diberhentikan; dan h. uang tunggu dan uang pengabdian.

BAB II

JENIS PEMBERHENTIAN PNS

Pasal 3

Jenis pemberhentian terdiri atas:

a. pemberhentian atas permintaan sendiri;
b. pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun;
c. pemberhentian karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah;
d. pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani;
e. pemberhentian karena meninggal dunia, tewas, atau hilang;
f. pemberhentian karena melakukan tindak pidana/penyelewengan;
g. pemberhentian karena pelanggaran disiplin;
h. pemberhentian karena mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden, ketua, wakil ketua, dan anggota dewan perwakilan rakyat, ketua, wakil ketua, dan anggota dewan perwakilan daerah, gubernur dan wakil gubernur, atau bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota;
i. pemberhentian karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan
j. pemberhentian karena tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara.

Pasal 4

Selain jenis pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, terdapat Pemberhentian Karena Hal Lain, antara lain sebagai berikut:
a. tidak melapor setelah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara;
b. PNS yang setelah selesai menjalani cuti di luar tanggungan negara dalam waktu 1 (satu) tahun tidak dapat disalurkan;
c. terbukti menggunakan ijazah palsu;
d. tidak melapor setelah selesai menjalankan tugas belajar;
e. PNS yang menerima uang tunggu tetapi menolak untuk diangkat kembali dalam jabatan;
f. pemberhentian karena tidak menjabat lagi sebagai komisioner atau anggota lembaga nonstruktural; dan
g. PNS yang tidak dapat memperbaiki kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

PELAKSANAAN PEMBERHENTIAN PNS

Bagian Kesatu

Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

Pasal 5

(1) PNS yang mengajukan permintaan berhenti, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(2) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila PNS yang bersangkutan masih diperlukan untuk kepentingan dinas.
(3) Penundaan untuk paling lama 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung sejak keputusan penundaan ditetapkan oleh PPK.
(4) Keputusan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memuat batas waktu penundaan.
(5) Kepentingan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain sebagai berikut:
a. masih ada tugas mendesak yang harus diselesaikan oleh yang bersangkutan; dan/atau
b. belum ada pegawai lain yang dapat menggantikan tugas yang bersangkutan.
(6) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditolak apabila:

a. sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan;
b. terikat kewajiban bekerja pada Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;
c. dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang memeriksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin PNS;
d. sedang mengajukan upaya banding administratif karena dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;
e. sedang menjalani hukuman disiplin; dan/atau f. alasan lain menurut pertimbangan PPK.
(7) Proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, yaitu keadaan pada saat yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana baik ditahan maupun tidak ditahan pada tingkat penyidikan, tingkat penuntutan, maupun pada saat yang bersangkutan menjalani pemeriksaan di pengadilan.

Bagian Kedua

Tata Cara Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

Pasal 6

Tata cara pemberhentian atas permintaan sendiri, sebagai berikut:
a. Permohonan berhenti sebagai PNS/Calon PNS diajukan secara tertulis kepada Presiden melalui PPK atau PPK melalui PyB secara hierarki, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 1 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
b. Permohonan berhenti yang diajukan secara hierarki sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan sebagai berikut:
1. Calon PNS/PNS yang bersangkutan mengajukan permohonan berhenti kepada PPK melalui atasan langsungnya;
2. Atasan langsung sebagaimana dimaksud pada angka 1, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS dimaksud kepada pimpinan unit kerjanya paling rendah menduduki JPT Pratama;
3. Pimpinan Tinggi Pratama sebagaimana dimaksud pada angka 2, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS dimaksud kepada PyB melalui pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian paling rendah menduduki JPT Pratama;
4. Pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian sebagaimana dimaksud pada angka 3, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS dimaksud kepada PyB;
5. PyB sebagaimana dimaksud pada angka 4, meneruskan permohonan Calon PNS/PNS kepada PPK yang disertai rekomendasi mengenai disetujui, ditunda, atau ditolaknya pemberhentian yang bersangkutan;
6. Dalam hal PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya atau, JF keahlian utama mengajukan pemberhentian atas permintaan sendiri, PyB sebagaimana dimaksud pada angka 4, meneruskan permohonan PNS kepada PPK untuk kemudian oleh PPK diteruskan kepada Presiden yang disertai rekomendasi mengenai disetujui, ditunda, atau ditolaknya pemberhentian yang bersangkutan;
7. Dalam hal permohonan berhenti ditunda atau ditolak, PPK menyampaikan alasan penundaan atau penolakan secara tertulis kepada Calon PNS/PNS yang bersangkutan;
8. Keputusan pemberian persetujuan, penundaan, atau penolakan permohonan pemberhentian atas permintaan sendiri ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak permohonan secara lengkap diterima oleh PPK;
9. Keputusan pemberian persetujuan, penundaan, atau penolakan permohonan pemberhentian atas permintaan sendiri serta contoh kasus disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 2 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
10. Sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, Calon PNS/PNS yang bersangkutan wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya;
11. Dalam hal sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, Calon PNS/PNS yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dapat dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
12. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
13. Dalam hal PNS yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada angka 12, memenuhi syarat diberikan jaminan pensiun maka Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberian pensiun setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
14. Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam angka 12, berlaku sejak akhir bulan ditetapkannya keputusan pemberhentian oleh Presiden atau PPK.

Bagian Ketiga

Pemberhentian Karena Mencapai Batas Usia Pensiun

Pasal 7

(1) PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya; dan
c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional ahli utama.
(3) Batas Usia Pensiun bagi PNS yang menduduki JF yang ditentukan dalam undang-undang, berlaku ketentuan sesuai dengan Batas Usia Pensiun yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan.

Bagian Keempat

Tata Cara Pemberhentian PNS

Yang Telah Mencapai Batas Usia Pensiun

Pasal 8

Tata cara pemberhentian PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun, sebagai berikut:

a. Kepala BKN menyampaikan data perorangan calon penerima pensiun (DPCP) kepada PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun melalui PPK paling lama
15 (lima belas) bulan sebelum PNS mencapai Batas Usia Pensiun yang disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 3 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
b. Kepala BKN dalam menyampaikan DPCP melalui PPK sebagaimana dimaksud pada huruf a, disertai dengan daftar nominatif PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun;
c. Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada huruf b, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 4 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
d. Penyampaian DPCP dan daftar nominatif PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dilakukan melalui Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) atau sistem informasi kepegawaian lainnya yang ditentukan BKN;
e. PPK atau PyB atau pejabat lain yang ditunjuk berkewajiban mencetak dan menyampaikan DPCP atau menyampaikan DPCP secara elektronik kepada PNS yang bersangkutan paling lama 15 (lima belas) hari kerja, setelah DPCP diterima oleh PPK atau PyB atau pejabat lain yang ditunjuk;
f. PNS yang telah menerima DPCP wajib memeriksa dan meneliti data yang tercantum dalam DPCP dengan ketentuan apabila data telah benar agar ditandatangani atau disetujui oleh PNS dan diketahui oleh pejabat pengelola kepegawaian;
g. Dalam hal DPCP sebagaimana dimaksud pada huruf f, terdapat perbedaan data maka dilakukan perbaikan dengan melampirkan data dukung;
h. DPCP sebagaimana dimaksud pada huruf f, disampaikan kepada PPK atau PyB melalui pejabat pengelola kepegawaian paling lama 15 (lima belas) hari kerja, sejak PNS yang bersangkutan menerima DPCP;
i. Dalam hal PNS tidak menyampaikan DPCP kepada PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada huruf h, maka PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun dan berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN berdasarkan data yang ada;
j. Usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf i, disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 5 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
k. PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun kepada Presiden atau PPK berdasarkan kelengkapan berkas yang disampaikan oleh PNS paling lama 3 (tiga) bulan, sejak Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN menyampaikan DPCP;
l. PPK atau PyB dalam menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf k, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. PPK menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai batas usia pensiun kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF keahlian utama;
2. PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai batas usia pensiun kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF keahlian utama;
3. PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun dan berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
4. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar tembusan usul pemberhentian PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun dari PPK dan PyB sebagaimana dimaksud pada angka 3, menetapkan pertimbangan teknis kepada Presiden atau PPK;
5. Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 4, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak berkas usul pensiun dinyatakan secara lengkap diterima; dan
6. Presiden atau PPK menetapkan Keputusan pemberian Pensiun berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 4.
m. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian PNS dan/atau pemberian pensiun PNS paling lama 1 (satu) bulan, sebelum PNS mencapai Batas Usia Pensiun;
n. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf m, berlaku sejak akhir bulan PNS yang bersangkutan mencapai Batas Usia Pensiun.

Bagian Kelima

Pemberhentian Karena Perampingan Organisasi atau Kebijakan Pemerintah

Pasal 9

(1) Dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan kelebihan PNS maka PNS tersebut terlebih dahulu disalurkan pada Instansi Pemerintah lain.
(2) Dalam hal PNS yang bersangkutan tidak dapat disalurkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada saat terjadi perampingan organisasi sudah mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja 10 (sepuluh) tahun, diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a. tidak dapat disalurkan pada instansi lain;
b. belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan c. masa kerja kurang dari 10 (sepuluh) tahun, diberikan uang tunggu paling lama 5 (lima) tahun.
(4) Apabila sampai dengan 5 (lima) tahun, PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat disalurkan, maka PNS tersebut diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), belum berusia 50 (lima puluh) tahun tetapi telah memiliki masa kerja pensiun paling sedikit 10 (sepuluh) tahun, jaminan pensiun bagi PNS mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh) tahun.
(6) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), masa kerja yang bersangkutan kurang dari 10 (sepuluh) tahun, diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
(7) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5), meninggal dunia sebelum berusia 50 (lima puluh) tahun, maka jaminan pensiun janda/duda diberikan mulai tanggal 1 bulan berikutnya PNS yang bersangkutan meninggal dunia.
(8) Keputusan pemberhentian karena perampingan organisasi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 6 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Bagian Keenam

Tata Cara Pemberhentian PNS

Karena Perampingan Organisasi atau Kebijakan Pemerintah

Pasal 10

Tata cara pemberhentian karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah, sebagai berikut:
a. PPK menginventarisasi kelebihan PNS sebagai akibat perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah.
b. Kelebihan PNS sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilaporkan kepada Menteri dan Kepala BKN dalam bentuk daftar nominatif PNS yang akan disalurkan dari kementerian/lembaga.
c. Surat pengantar pelaporan PPK kepada Menteri dan Kepala BKN dan daftar nominatif PNS yang akan disalurkan dari kementerian/lembaga disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 7
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
d. Menteri merumuskan kebijakan penyaluran kelebihan PNS pada Instansi Pemerintah.
e. Kepala BKN melaksanakan penyaluran kelebihan PNS pada Instansi Pemerintah yang membutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Sebelum Kepala BKN melaksanakan penyaluran PNS sebagaimana dimaksud pada huruf e, terlebih dahulu berkoordinasi dengan pimpinan instansi pemerintah yang membutuhkan.
g. Dalam hal kelebihan PNS tidak dapat disalurkan pada Instansi Pemerintah, PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Dalam hal PNS diberhentikan karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah, diatur sebagai berikut:
1. PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK sesuai kewenangan masing-masing;
2. Dalam hal PNS yang diberhentikan akibat perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua, PPK atau PyB menyampaikan usul pemberhentian PNS kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
3. Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN atas dasar tembusan usul pemberhentian PNS dari PPK atau PyB sebagaimana dimaksud pada Angka 2, menetapkan pertimbangan teknis kepada Presiden atau PPK;
4. Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 3, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak berkas usul pemberhentian PNS secara lengkap diterima;
5. Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemberhentian PNS dan/atau pemberian pensiun PNS berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada angka 4;
6. Keputusan pemberhentian PNS bagi PNS yang belum berusia 50 (lima puluh) tahun dan sudah memiliki masa kerja untuk pensiun minimal 10 (sepuluh) tahun, pemberian jaminan pensiun PNS mulai diberikan pada bulan berikutnya PNS yang bersangkutan berusia 50 (lima puluh) tahun.

Bagian Ketujuh

Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani

Pasal 11

(1) PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani diberhentikan dengan hormat apabila:
a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan karena kesehatannya;
b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya; atau
c. tidak mampu bekerja kembali setelah berakhirnya cuti sakit.
(2) PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani karena tidak dapat bekerja lagi, menderita penyakit yang berbahaya, atau tidak mampu bekerja kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 8 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(3) Ketentuan mengenai tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan yang menyatakan PNS yang bersangkutan tidak dapat bekerja kembali di semua jabatan PNS.
(4) Tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibentuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(5) Tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), beranggotakan dokter pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(7) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan jaminan pensiun tanpa mempertimbangkan usia dan masa kerja.
(8) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan diberikan jaminan pensiun apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun paling singkat 4 (empat) tahun.

Bagian Kedelapan

Tata Cara Pemberhentian PNS Yang Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani

Pasal 12

Tata cara pemberhentian PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani, sebagai berikut:
a. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan;
b. Setelah adanya hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian meneruskan hasil pengujian kesehatan kepada PPK atau PyB;
c. Pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani, berdasarkan hasil pengujian kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan diajukan oleh:
1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF keahlian utama; atau
2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF keahlian utama.
d. Dalam hal PNS yang diberhentikan karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua maka usul pemberhentian disampaikan kepada Presiden atau PPK dengan tembusan kepada Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
e. Berdasarkan tembusan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf d, Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN menetapkan pertimbangan teknis kepada Presiden atau PPK;
f. Pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf e, ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung, sejak berkas usul pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani secara lengkap diterima;
g. Presiden atau PPK menetapkan Keputusan pemberhentian dan pemberian Pensiun berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN sebagaimana dimaksud pada huruf f;
h. Keputusan pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud pada huruf g, dengan mendapat hak jaminan pensiun ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan dan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN;
i. Dalam hal pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud pada huruf g, tanpa mendapat hak jaminan pensiun, keputusan pemberhentian ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan;
j. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada huruf h dan huruf i, berlaku sejak akhir bulan ditetapkan hasil pemeriksaan kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan yang menyatakan PNS yang bersangkutan tidak dapat bekerja kembali di semua jabatan PNS.

Bagian Kesembilan Pemberhentian Karena Meninggal Dunia, Tewas, atau Hilang

Paragraf 1

Pemberhentian Karena Meninggal Dunia

Pasal 13

(1) PNS yang meninggal dunia diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PNS dinyatakan meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila:
a. meninggalnya tidak dalam dan karena menjalankan tugas;
b. meninggalnya sedang menjalani masa uang tunggu;

c. meninggalnya pada waktu menjalani cuti di luar tanggungan negara;
d. meninggal dunia tidak dalam keadaan yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematiannya itu tidak disamakan dengan meninggal dunia dalam menjalankan tugas kewajibannya; atau
e. meninggal dunia bukan karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau bukan sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya.
(3) PNS yang dinyatakan meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan contoh kasus yang tercantum dalam Angka 9 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan.
(4) PNS yang meninggal dunia wajib dibuatkan surat keterangan meninggal dunia oleh pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian instansi yang bersangkutan dengan melampirkan surat kematian dari Lurah/Kepala Desa setempat.
(5) Surat keterangan meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Angka 10 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(6) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah berkeluarga, kepada janda/duda atau anaknya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berkeluarga, kepada orang tuanya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2

Pemberhentian Karena Tewas

Pasal 14

(1) PNS yang Tewas diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PNS dinyatakan Tewas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah berkeluarga, kepada janda/duda atau anaknya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berkeluarga, kepada orang tuanya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Pemberhentian Karena Hilang

Pasal 15

(1) Seorang PNS dinyatakan hilang di luar kemampuan dan kemauan PNS yang bersangkutan apabila:
a. tidak diketahui keberadaannya; dan
b. tidak diketahui masih hidup atau telah meninggal dunia.
(2) PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap telah meninggal dunia dan dapat diberhentikan dengan hormat sebagai PNS pada akhir bulan ke-12 (dua belas), sejak dinyatakan hilang.
(3) Pernyataan tentang PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat secara tertulis oleh PPK atau pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan surat keterangan atau berita acara pemeriksaan dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Pernyataan tentang PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat paling lama 14 (empat belas) hari kerja, sejak surat keterangan atau berita acara pemeriksaan dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia diterima.
(5) Surat Pernyataan tentang PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disusun sesuai dengan format sebagaimana tersebut pada Angka 11 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(6) Kondisi hilang mulai berlaku sejak PNS yang bersangkutan dinyatakan hilang sesuai dengan tanggal yang tercantum dalam surat keterangan atau ‘berita acara pemeriksaan dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(7) Janda/duda atau anak dari PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Hak kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), terdiri atas gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan sampai dengan ditetapkannya peraturan pemerintah yang mengatur mengenai program jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
(9) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali dan masih hidup, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun.
(10) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali dan masih hidup sebelum akhir bulan ke-12 (dua belas), atau belum dianggap meninggal dunia, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun.
(11) Dalam hal adanya dugaan PNS yang hilang maka pihak keluarga atau atasan langsung tempat yang bersangkutan bekerja segera melaporkan kepada PPK secara hierarki melalui atasan langsung tempat yang bersangkutan bekerja.
(12) Berdasarkan laporan pihak keluarga, PPK atau Pejabat yang ditunjuk melaporkan dugaan PNS yang hilang kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(13) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali dan masih hidup setelah akhir bulan ke-12 (dua belas), atau telah dianggap meninggal dunia, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun dan tersedia lowongan jabatan.
(14) Pengangkatan kembali sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ayat (10), dan ayat (13), dilakukan setelah PNS yang bersangkutan diperiksa oleh PPK atau pejabat lain yang ditunjuk dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(15) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (14), PNS yang dinyatakan hilang karena kemauan dan kemampuannya, yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin dan wajib mengembalikan hak kepegawaian yang telah diterima oleh Janda/duda atau anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan serta selama hilang masa kerja tidak dihitung sebagai masa kerja PNS.
(16) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan kembali dan telah mencapai Batas Usia Pensiun, PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(17) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (16), setelah dilakukan pemeriksaan oleh PPK atau pejabat lain yang ditunjuk dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(18) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (17), terbukti hilang karena kemauan dan kemampuan yang bersangkutan, maka PNS yang bersangkutan wajib mengembalikan hak kepegawaian yang telah diterima oleh janda/duda atau anaknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(19) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum ditemukan kembali sebelum akhir bulan ke 12 (dua belas), atau sebelum dianggap meninggal dunia tetapi telah mencapai batas usia pensiun maka diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(20) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (16), belum ditemukan sampai dengan akhir bulan ke 12 (dua belas), atau telah dianggap meninggal dunia, maka hak kepegawaiannya berubah menjadi pensiun janda/duda atau anaknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(21) Dalam hal PNS yang telah dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (16), ditemukan kembali sebelum mencapai Batas Usia Pensiun dan masih hidup tetapi:
a. sakit dan tidak mampu bekerja lagi setelah berakhirnya cuti sakit;
b. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan karena kesehatannya; atau
c. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya,
maka diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak- hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(22) Pengembalian hak kepegawaian yang telah diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (15), dan ayat (18), terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan hilang.
(23) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan kembali sesudah akhir bulan ke 12 (dua belas), atau telah dianggap meninggal dunia dan telah mencapai batas usia pensiun, Keputusan Pensiun Janda/Duda atau anaknya ditinjau kembali dan kepada yang bersangkutan ditetapkan keputusan Pensiun PNS, terhitung sejak mencapai batas usia pensiun.
(24) Pengangkatan kembali sebagai PNS yang hilang dan ditemukan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ayat (10), dan ayat (13), dilakukan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan PPK atau pejabat lain yang ditunjuk dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia terbukti hilang bukan karena kemauan dan kemampuan yang bersangkutan maka PPK segera mengangkat kembali yang bersangkutan dalam jabatan PNS.
(25) PNS yang diangkat kembali sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (24), ditempatkan pada unit kerja yang sesuai dengan kompetensi, kualifikasi, dan capaian kinerja yang bersangkutan sebelum yang bersangkutan dinyatakan hilang.
(26) Lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (13), adalah lowongan jabatan untuk mengisi kebutuhan instansi yang dapat berupa promosi, penurunan jabatan, atau dikembalikan pada jabatan semula berdasarkan persyaratan jabatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(27) Dalam hal PNS yang ditempatkan pada unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (25), sampai dengan 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan maka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Download

Untuk membaca secara utuh mengenai Peraturan Kepala BKN Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini, maka silakan download peraturannya DI SINI

Post a Comment for "Petunjuk Teknis Pemberhentian PNS"