Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Download Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 1948 | pdf

DOWNLOAD UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1948 TENTANG PEMBERANTASAN PENIMBUNAN BARANG PENTING PDF

Berikut adalah tautan download UU Nomor Tahun 1948 | pdf tersebut


Download Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 1948 | pdf

Berikut kami kutipkan isi dari Undang-undang tersebut.




UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1948
TENTANG
PEMBERANTASAN PENIMBUNAN BARANG PENTING
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang : perlu diadakan peraturan untuk memberantas penimbunan bahan
makanan penting guna melancarkan peredaran barang-barang tersebut;
Mengingat : adanya Peraturan Menteri Kemakmuran No. 3 tahun 1946 jo. Peraturan
Menteri Kemakmuran No. 15 tahun 1947 tentang penimbunan barang,
yang berdasarkan Peraturan Dewan Pertahanan No. 15;
Mengingat pula : pasal 5 dan 20 Undang-undang Dasar, pasal IV Aturan Peralihan
Undang-undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945;
Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;
MEMUTUSKAN:
I. Mencabut "Peraturan Menteri Kemakmuran No. 3 tahun 1946" tentang penimbunan
barang, yang mengenai barang-barang: beras, gabah, padi, menir, jagung, tepung-beras,
gaplek, tapioca, garam, kopi, teh, gula dan minyak tanah;
II. Menetapkan peraturan sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENIMBUNAN BARANG PENTING.
Pasal 1.
(1) Yang dimaksudkan dengan barang penting dalam peraturan ini ialah: beras, gabah, padi,
menir, tepung beras, jagung, geplek, tepung geplek, tapioca, garam, kopi, teh, gula dan
minyak tanah.
(2) Yang dimaksudkan dengan pedagang dalam peraturan ini yalah orang atau badan
membeli, meerima atau menyimpan barang penting dengan maksud untuk dijual,
diserahkan atau dikirim kepada orang atau badan lain baik yang masih berwujud barang
penting asli, maupun yang sudah dijadikan barang lain.
(3) Yang dimaksudkan dengan petani dalam peraturan ini yalah orang atau badan yang
mempunyai, menyewa atau menggarap tanah untuk menghasilkan padi, jagung atau
ketela pohong.
Pasal 2.
(1) Siapapun bukan pedagang atau petani tidak boleh mempunyai atau menyimpan barang
penting lebih dari pada guna pemakaian sendiri.
(2) Guna pemakaian sendiri termaksud dalam ayat (1), buat satu jiwa setinggi-tingginya
dihitung:
a. beras ..............15,- kg.
atau sejumlah gabah, padi, menir, tepung beras, jagung pipilan, gaplek, tepung-gaplek
dan tapioca yang disamakan dengan beras itu.
b. garam .............. 0,5 "
c. kopi biji .......... 1,- "
d. " bubuk ......... 0,5 "
e. teh ................ 0,25 "
f. gula ............... 1,- "
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
g. minyak tanah ........1,- liter
(3) Satu kilgram beras disamakan dengan satu setengah kilogram gabah, dengan dua kilogram
padi, dengan satu kilogram menir atau tepung beras, atau dengan satu kilogram jagung
pipilan, atau dengan satu kilogram gaplek, tepung gaplek atau tapioca.
(4) Guna keperluan zakat-al-fitrah kepada tiap-tiap penduduk Islam dalam bulan Puasa
diperkenankan menyimpan tiga kilogram beras diatas 15 kilogram beras termaksud dalam
ayat (2).
(5) Oleh yang berhak menerima Zakat-al-fitrah beras asal dari Zakat-al-fitrah boleh disimpan
diatas 15 kg. beras termaksud dalam ayat (2) selama dua bulan sesudah menerima
zakat-al-fitrah.
Pasal 8.
(1) Pedagan tidak boleh mempunyai atau menyimpan barang penting:
a. beras ............. lebih dari pada 500 kg.
b. gabah ............. " " " 500 "
c. padi.............. " " " 500 "
d. menir ............. " " " 500 "
e. tepung beras ...... lebih dari pada 500 "
f. jagung pipilan .... " " " 500 "
g. gaplek ............ " " " 1000 "
h. tepung gaplek ..... " " " 500 "
i. tapioca ........... " " " 500 "
j. garam ............. " " " 100 "
k. kopi biji ......... " " " 200 "
l. " bubuk ........ " " " 100 "
m. teh ............... " " " 100 "
n. gula .............. " " " 500 "
o. minyak tanah ...... " " " 100 liter.
(2) Jumlah beras, gabah, padi, menir dan tepung beras sebesar masing-masing 500 kilogram
gula sebesar 500 kilogram dan minyak tanah sebesar 100 liter termkasud dalam ayat (1)
tidak mengenai beras, gabah, padi, menir, tepung beras, gula dan minyak tanah yang
didapat oleh pedagang dengan idzin kepala Jawatan P.P.B.M. Pusat atau pegawai yang
ditunjuknya, menurut syarat-syarat yang ditentutkan dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Jumlah garam sebesar 100 kilogram termaksud dalam ayat (1) tidak mengenai garam yang
diperoleh pedagang dengan idzin Kepala Jawatan Candu dan Garam atau pegawai yang
ditunjuknya, menurut syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 4.
(1) Selama panen dan dua bulan berikutnya petani boleh mempunyai atau menyimpan atau
menjual barang penting yang dihasilkan sebanyak-banyaknya sejumlah hasil
usaha-pertaniannya.
(2) Dua bulan sesudah panen lampau petani tidak boleh mempunyai atau menyimpan barang
penting lebih dari pada guna pemakaian sendiri ditambah dengan kebutuhan biaya untuk
melanjutkan usahanya sampai datangnya panen yang berikut.
(3) Guna pemakaian sendiri termaksud dalam ayat (2) dihitung buat satu jiwa selama satu
bulan setinggi-tingginya sebanyak barang penting sebagai termuat dalam pasal 2 ayat (2).
(4) Kebutuhan untuk melanjutkan usaha pertanian buat tiap-tiap hektare tanaman sama
dengan 75% (tujuh puluh lima persen) rata-rata hasil kotor satu hektare tanaman, tetapi
sabanyak-banyaknya:
a. guna biaya lagi penanaman padi, jagung atau ketela pohong, 1000 (seribu) kg. padi
disamakan dengan 800 (delapan ratus) kg. gabah atau 500 (lima ratus) kg. beras, atau
500 (liama ratus) kg. jagung pipilan atau 500 (lima ratus) kg. gaplek;
b. guna bibit bagi penanaman padi, 80 (delapan puluh) kg. padi atau 60 (enam puluh) kg.
gabah, dan bagi penanaman jagung, 30 (tiga puluh) kg. jagung pipilan.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Pasal 5.
Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3 ayat (1) dan pasal 4 ayat (2)
dan (3) dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman denda
setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah.
Pasal 6.
Perbuatan termaksud dalam pasal 5 ayat (1) dianggap sebagai kejahatan.
Pasal 7.
Undang-undang ini berlaku terhadap barang-barang penting kepunyaan Jawatan Persediaan
dan Pembagian Bahan Makanan (P.P.B.M.) atau Jawatan Perlengkapan Angkatan Perang
(P.A.P.), terhadap kopi dan teh kepunyaan Pusat Perkebunan Negara (P.P.N.) atau kepunyaan
Perusahaan Pemerintah Republik Indonesia (P.P.R.I.), terhadap garam kepunyaan Jawatan
Candu dan Garam, terhadap gula kepunyaan Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara
(B.P.P.G.N.) dan Perusahaan Pemerintah Republik Indonesia (P.P.R.I.) dan terhadap minyak
tanah kepunyaan Perusahaan Tambang Minyak Negara (P.T.M.N.).
Pasal 8.
Disamping pegawai negeri yang pada umumnya bertugas mengusut perkara kejahatan dan
pelanggaran berhak pula mengusut pelanggaran terhadap undang-undang ini pegawai
Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan makanan (P.P.B.M.) yang menjabat pekerjaan kepala
kantor P.P.B.A. Kecamatan, Kabupaten atau Karesidenan.
Pasal 9.
(1) Undang-undang ini mulai berlaku buat Jawa dan Madura lima belas hari sesudah hari
diumumkan.
(2) Hari berlakunya buat daerah lainnya akan diumumkan kemudian.
Ditetapkan di Yogyakarta
pada tanggal 3 September 1948.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEKARNO.
Menteri Persediaan Makanan Rakyat,
I.J. KASIMO.
Menteri Keuangan A.I.
MOHAMMAD HATTA.
Menteri Kemakmuran,
SAFRUDIN PRAWIRANEGARA,
Diumumkan
pada tanggal 3 September 1948.
Sekretariat Negara,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
RATMOKO.
PENJELASAN
A. TUJUAN.
I. UMUM:
1. Seperti telah maklum sesudah Belanda melakukan agressinya maka persediaan bahan
makanan dalam daerah yang masih dikuasai sepenuhnya oleh Republik menimbulkan
beraneka kesulitan. Salah satu jalan untuk menjaga persediaan makanan rakyat ialah
mengumpulkan bahan makanan sebanyak-banyaknya hingga dengan demikian
Pemerintah dapat menguasai persediaan bahan makanan atau setidak-tidaknya dapat
mempengaruhi harga makanan. Karena itu maka dikeluarkan oleh Pemerintah
Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1948 (tanggal 22/3-1948).
2. Tetapi sudah nyata bahwa Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1948 saja belum juga
cukup untuk menjamin terlaksananya pengumpulan atau lancarnya peredaran bahan
makanan.
3. Pengumpulan dan kelancaran peredaran bahan makanan hanya dapat tercapai
bilamana penimbunan bahan-bahan tersebut dapat diberantas. Penimbunan adalah
perbuatan yang lazim dijumpai dalam waktu kekurangan, pertama untuk menjamin
diri sendiri, kedua untuk memperoleh keuntungan yang luar biasa. Betapapun
maksudnya perbuatan penimbunan ini amat berbahaya karena merintangi peredaran
barang maka oleh karena itu segala penimbunan harus diberantas sekeras-kerasnya
dengan tak mengingat tujuan.
4. Pada masa ini penimbunan barang lebih-lebih berbahaya bilamana mempunyai tujuan
untuk dikeluarkan kedaerah pendudukan. Ini berarti mengurangi persediaan
bahan-bahan yang sebenarnya sudah kurang buat keperluan daerah Republik
Indonesia sendiri.
B. SYSTEMATIK.
5. Kini sebenarnya ada peraturan yang bertujuan memberantas penimbunan, yaitu
Peraturan Menteri Kemakmuran tentang Penimbunan Barang No. 3 tahun 1946 jo.
Peraturan Menteri Kemakmuran No. 15 tahun 1947. Peraturan ini berdasarkan
Peraturan Dewan Pertahanan No. 15.
6. Systeem yang dipakai dalam Peraturan Menteri Kemakmuran tersebut adalah
bertingkat, maksudnya sebelum diambil tindakan yang langsung mengenai
penimbunan maka lebih dahulu harus melalui beberapa tingkat:
1. diadakan pendaftaran barang, menurut Peraturan Menteri Kemakmuran No. 1
tahun 1946.
2. pembelian oleh Pemerintah dari barang-barang yang melebihi batas jumlah-jumlah
dimuat dalam Peraturan tersebut 1;
3. pensitaan oleh Pemerintah dari barang-barang yang masih melebihi batas setelah
diadakan pembelian termaksud dalam 2.
7. Lain dari pada itu terhadap pedagang, pelanggaran dalam Peraturan-peraturan Menteri
Kemakmuran No. 3 tahun 1946 disandarkan pada jumlah omzetnya satu bulan. Inilah
yang amat menyukarkan pekerjaan Polisi. Karena pada lazimnya pedagang-pedagang
tidak mempunyai buku pedagang maka tidak mungkin juga menetapkan dengan tegas
berapa jumlah omzetnya.
8. Kemudian Peraturan Menteri Kemakmuran No. 3 tahun 1946 berlaku terhadap
berjenis-jenis barang, tidak saja bahan-bahan makanan, tetapi juga barang-barang
penting lainnya. Kesukaran kadang-kadang timbul dalam hal menetapkan jenis,
kwaliteit dan kesatuannya (unit-eenheid) tiap-tiap barang.
9. Untuk menghindarkan rupa-rupa kesulitan dan memudahkan pekerjaan Polisi maka
dalam undang-undang ini dipergunakan systemathiek yang agak berlainan:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
1. pelanggaran telah terjadi bilamana seseorang atau badan mempunyai atau
menyimpan barang melebihi batas-batas tertentu;
2. batas-batas banyaknya barang yang boleh dimiliki atau disimpan seseorang atau
badan ditetapkan dengan tegas;
3. peraturan berlkau hanya terhadap bahan-bahan makanan yang penting dan yang
terbatas banyak jenisnya.
10. Agar jangan menimbulkan kebimbangan tentang berlakunya undang-undang ini, maka
perlu dicabut "Peraturan Menteri Kemakmuran" No. 3 tahun 1946 yang mengenai
barang-barang:
beras, gabah, padi, menir, jagung, tepung beras, gaplek, tapioca, garam, kopi
dan teh. Hal ini berarti bahwa Peraturan Menteri Kemakmuran masih berlaku
sepenuhnya terhadap barang-barang yang tidak disebut di atas.
C. BENTUK.
11. Peraturan dalam undang-undang ini amat membatasi Kemerdekaan orang-seorang
(individu) terutama kemerdekaan kaum pedagang. Oleh karena itu disini dipilih bentuk
undang-undang, yang hanya dapat diselenggarakan oleh penyusun hukum tertinggi
(hoogste wetgever).
D. SIFAT.
12. Undang-undang ini bersifat sementara berhubung dengan keadaan yang luar biasa.
Bilamana keadaan sudah kembali normal maka segera undang-undang ini akan dicabut
pula.
II. PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.
(1) Yang dimaksudkan dengan barang penting, yalah bahan makanan yang harus
dikumpulkan dan dibagikan menurut Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1948, termasuk
juga bahan makanan yang dibuat dari bahan-bahan tersebut, seperti: tepung beras, tepung
gaplek dan tapioca. Banyaknya jenis bahan sangat dibatasi. Dengan demikian dapat
dipermudah pekerjaan yang berwajib dalam pelaksanaan undang-undang.
(2) Perkataan "pedagang" disini mempunyai arti yang luas. Bukan saja pedagang dalam arti
biasa, yaitu orang atau badan yang menjual-beli barang, tetapi termasuk pula orang atau
badan pengusaha (ondernemer-onderneming) yang membeli bahan mentah untuk
dijadikan barang selesai. Disamping perkataan "beli" dan "jual" dipakai juga perkataan
"terima", "simpan" dan "kirim". Perkataan "beli" dan "jual" adalah kata-kata hukum
(rechsterm) yang mempunyai arti tertentu. Agar pelanggaran jangan mudah dapat
dihindarkan maka perlu ditambah dengan perkataan-perkataan tersebut. Dengan
demikian maka diperluas pula arti perkataan "pedagang".
(3) "Petani" dalam ayat ini meliputi baik orang maupun badan-badan yang menjalankan
pertanian. Tidak saja yang menggarap tanah yang dikenakan peraturan ini, begitu juga
yang mempunyai atau menyewa tanah, asalkan tanah itu menghasilkan bahan makanan
penting. Disini perkataan "Petani" mempunyai arti kata yang terbatas. Dlam perkataan
"menyewa" dan "menggarap" sudah termasuk faham "maro". Jadi orang yang maro
(deelbouwnemer) sekalipun tidak menggarap sendiri dianggap sebagai orang yang
menyewa, jadi sebagai "petani". Yang mempunyai atau menyewa tanah dipandang sebagai
"petani" juga, biarpun tidak menggarapnya sendiri, sebab menurut kebiasaan merekapun
terima sebagian dari hasil tanah berwujud benda (in natura).
Pasal 2.
(1) Perkataan "mempunyai" dan "menyimpan" dipakai berdampingan. Adapun tujuannya
yalah agar dapat tercegah maksud untuk menghindarkan pelanggaran dengan jalan
menyimpan barang-barang dibeberapa tempat (gudang) yang bukan miliknya sendiri.
Bilamana hanya perkataan "mempunyai" disebut, maka orang yang "menyimpan" dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
tidak mempunyai sendiri tidak akan terkena peraturan ini; sebaliknya dengan
mempergunakan perkataan "menyimpan" saja orang yang berbuat seperti dimaksudkan
dalam kalimat pertama (yaitu menyebarkan barang-barang miliknya dibeberapa tempat)
akan bebas pula.
(2) Banyaknya barang penting yang boleh dimiliki atau disimpan guna pemakaian sendiri
didasarkan pada menu normal, buat selama satu bulan, dengan mengingat pula jumlah
hasil barang-barang tersebut didaerah Republik pada masa ini.
Untuk mempermudah pemeriksaan oleh yang berwajib maka angka-angka dibulatkan
setinggi mungkin.
Yang dimaksudkan dengan "gula" yalah "gula pasir" dan "gula batu" buatan paberik gula
dan bukan gula buatan rakyat.
(3) Beras jagung dan tepung jagung dapat disamakan dengan jagung pipilan. Ada kalanya
orang menyimpan jagung berupa ontongan, ya'ni masih dalam kelobot. Dalam pada itu
100 (seratus) kg. jagung ontongan disamakan dengan 70 (tujuh puluh) kg. jagung pipilan.
(4) Tidak selalu orang memberi sakat al-fitrah berupa beras. Dimana tanahnya kebanyakan
menghasilkan jagung, disana biasanya zakat al-fitrah diberikan berupa jagung. Begitu
pula zakat al-fitrah ini berupa gaplek bilamana buah hasil pertanian kebanyakan terdiri
dari ketela pohong. Berhubung dengan adat kebiasaan ini maka selain dari pada beras
boleh disimpan juga menurut ayat (4) ini bahan makanan lain seperti jagung, gaplek dan
sebagainya guna memenuhi zakat al-fitrah. Adapun banyaknya bahan makanan yang
boleh disimpan itu tidak boleh melebihi jumlah yang disamakan dengan tiga kilgram
beras, menurut ukuran termaksud dalam ayat (3).
Pasal 3.
(1) Banyaknya barang penting yang boleh dimiliki atau disimpan oleh pedagang dengan
sengaja ditetapkan serendah-rendahnya melihat jumlah hasil barang-barang ini dalam
daerah de facto Republik, maka makin kecil jumlah ini makin baik peredarannya barang.
Diakui bahwa karena pembatasan ini mungkin sekali pedagang-pedagang besar tidak
dapat hidup langsung, tetapi kepentingan negara memaksa mengambil dan membenarkan
(rechtvaardigen) pula tindakan darurat.
Lain dari ada itu jenisnya barang yang tak boleh ditimbun adalah amat terbatas hingga
buat pedagang-pedagang yang jujur masih ada lapangan perniagaan yang luas. Pun harus
diperingati bahwa undang-undang ini hanya bersifat sementara dan harus dicabut
kembali bilamana ternyata sudah tidak perlu lagi. Yang dimaksudkan dengan "gula" dalam
ayat (1) ini yalah "gula pasir" dan "gula batu" buatan pabrik gula dan bukan gula buatan
rakyat.
(2) Dari peraturan termaksud dalam pasal 3 ayat (1) dikecualikan pedagang-pedagang beras,
gabah, padi, menir, tepung beras, gula dan minyak tanah yang membeli, menerima atau
menyimpan barang-barang ini dengan idzin Jawatan P.P.B.M. Pemberian idzin ini diatur
dalam satu Peraturan Pemerintah yang menentukan juga syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh pedagang-pedagang untuk mendapat idzin tersebut. Dalam perkataan
"pedagang" termaksud juga badan-badan koperasi.
(3) Ayat (3) ini dimaksudkan untuk melindungi orang atau badan yang mempunyai
perusahaan pergaraman. Produsen garam ini boleh menyimpan garam lebih dari 100 kg.,
asalkan mempunyai idzin dari Jawatan Candu dan Garam. Adapun pemberian idzin ini
diatur dalam satu Peraturan Pemerintah yang menentukan juga syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh produsen untuk mendapat idzin tersebut.
Pasal 4.
(1) Petani diperbolehkan mempunyai, menyimpan atau menjual buah hasil pertaniannya
selama masa panen dan dua bulan berikutnya. Dengan perbuatan (penjualan) ini petani
tidak dipandang sebagai pedagang menurut pasal 1 ayat (2). Pun ia tak akan terkena
peraturan dalam pasal 3 ayat (1). Waktu selama dua bulan ini dianggap sudah cukup bagi
petani untuk memlihara (menjemur, mengupas, menumbuk dan sebagainya) dan menjual
lagi buah hasilnya.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
Dibandingkan dengan "Peraturan Menteri Kemakmuran No. 3 tahun 1946" masa ini
diberpendek dengan satu bulan.
Maksudnya yalah untuk melancarkan peredaran barang. Makin pendek masa itu makin
cepat peredaran barang. Sebaliknya kepentingan petani harus diperingati pula.
(2) Setelah masa dua bulan tersebut lampau, maka buah hasil pertaniannya juga tidak
dibtuhkan buat pemakaian sendiri dan buat melanjutkan usaha pertaniannya, harus sudah
dijual. Dari penjualan hasil bumi ini selama panen dan dua bulan berikutnya, maka petani
dapat memenuhi keperluan-keperluan lain seperti pakaian, sedekah, pajak dan
sebagainya. Apabila petani sesudah masa tersebut masih juga mempunyai atau menyimpan
buah hasil pertaniannya dengan maksud untuk dijualnya lagi, maka ia dipandang
pedagang menurut pasal 1 ayat (2) dan terkena pula peraturan dalam pasal 3 ayat (1).
(3) Berapa banyaknya bahan makanan penting yang boleh dimiliki atau disimpan oleh petani
guna pemakaian sendiri, itulah tergantung dari lamanya masa antara dua panenan; ada
daerah dimana orang hanya dapat menanam satu kali. Pihak yang wajib mengusut
pelanggaranpelanggaran dalam undang-undang ini, kemudian hakimlah yang tiap-tiap
kali bila diduga ada pelanggaran harus menetukan apakah jumlah bahan makanan yang
dimiliki atau disimpan itu menlampaui batas atau tidak.
(4) Angka-angka dalam ayat (4) didasarkan pada keterangan-keterangan yang diperoleh dari
Jawatan Pertanian Rakyat.
Dalam perkataan "melanjutkan usaha pertanian" termasuk juga "memperluas usaha
pertanian". Bilamana seorang petani (termasuk badan perusahaan pertanian) pada suatu
ketika hendak memperluas usahnya, maka ia diperbolehkan menyimpan bahan makanan
yang dibutuhkan guna biaya dan bibit untuk perluasan usaha pertaniannya tadi.
Banyaknya bahan makanan yang boleh disimpan harus seimbang dengan perluasannya
menurut ukuran termaksud dalam ayat (4) ini. Sudah barang tentu ada bukti yang nyata
bahwa benar-benar akan diadakan perluasan usaha. Bukti ini dapat dianggap syah
misalnya, bila petani yang berkepentingan menunjukkan, bahwa tanah yang kini dimiliki,
disewa atau digarap lebih luas dari padi ditahun yang lampau.
Pasal 5.
Mengingat besarnya bahaya bagi negara karena perbuatan penimbunan bahan makanan
penting terutama dalam masa ini maka patut pelanggaran diancam dengan hukuman yang
agak berat.
Menurut pasal 39 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana barang-barang yang
menyebabkan pelanggaran termaksud dalam ayat (1) dapat disita. (Verbeurd verklaard).
Pasal 7.
Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (P.P.B.M.) dan Jawatan Perlengkapan
Angkatan Perang (P.A.P.) sebagai jawatan pemerintah dikecualikan dari peraturan dalam
undang-undang ini.
Badan-badan lain tersebut dalam pasal 7 adalah badan produsen dan dengan sendirinya tidak
terkena peraturan dalam undang-undang ini terhadap barang-barang yang dihasilkan sendiri.
Pasal 8.
Disamping Polisi Negara dan semua pegawai negeri yang pada umumnya bertugas mengusut
perkara kejahatan dan pelanggaran (termasuk juga pegawai Pamong Praja menurut pasal 1
Inlandsch Reglement) pun beberapa pegawai Jawatan P.P.B.M. diberi hak mengusut
pelanggaran-pelanggaran undang-undang ini. Pegawai ini berhak bertindak sendiri,
menggeledah rumah dan tempat penimbunan, menahan (in beslag nemen) barang yang
menyebabkan pelanggaran, membuat proses verbaal peperiksaan dan memajukan perkara
kedepan hakim. Adapun maksudnya yalah meringankan kewajiban Polisi yang sudah amat
berat dalam masa ini.
Hendaknya diepringati bahwa selain dari pada pegawai tersebut di atas, pun semua pegawai
negeri yang dalam menjalankan kewajibannya menjumpai kejahatan diharuskan melaporkan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
hal ini kepada Polisi yang berwajib (pasal 3 Inlandsch Reglement), sedangkan setiap penduduk
berhak menangkap dan membawa kedepan polisi yang berwajib orang yang sedang
melakukan kejahatan atau pelanggaran (pasal 4 ayat (1) Inlandsch Relgement).
Dari pasal ini ternyata bahwa semua penduduk (termasuk anggauta rukun tetangga) berhak
menangkap seseorang yang sedang melanggar undang-undang ini. Sudah barang tentu bahwa
hak penduduk ini amat terbatas dan tak begitu luas seperti pegawai yang ditunjuk dalam pasal
8.
Pasal 9.
Undang-undang ini membatasi kemerdekaan perseorangan terhadap milik dan mengancam
mereka yang melanggarnya dengan hukuman berat. Agar orang dapat penuh kesempatan
melaraskan diri dengan peratura ini maka undang-undang baru berlaku 15 hari setelah
diumumkan.

Demikian tulisan tentang:

DOWNLOAD UNDANG-UNDANG (UU) 29 NOMOR TAHUN 1948

Semoga bermanfaat dan salam NKRI!

Post a Comment for "Download Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 1948 | pdf"