Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Download UU Nomor Tahun 7 1946 | pdf

DOWNLOAD UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1946 TENTANG PENGADILAN TENTARA PDF

Berikut adalah tautan Download UU Nomor Tahun 7 1946 | pdf


Download UU Nomor Tahun 7 1946 | pdf

Berikut kami kutipkan isi dari Undang-undang tersebut.



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1946
TENTANG
PENGADILAN TENTARA.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang : bahwa dianggap perlu disamping pengadilan biasa diadakan pengadilan
tentara;
Mengingat : pasal 5 ayat 1 dan pasal 24 dari Undang-Undang Dasar, pasal IV Aturan
Peralihan Undang-undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tertanggal
16 Oktober 1945 No. X;
Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;
Memutuskan :
Menetapkan peraturan sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN TENTARA.
BAB I.
Aturan Umum.
Pasal 1.
Pengadilan Tentara terdiri atas :
a. Mahkamah - Tentara Agung;
b. Mahkamah - Tentara.
Pasal 2.
Pengadilan Tentara mengadili perkara-perkara pidana yang merupakan kejahatan dan
pelanggaran yang dilakukan oleh:
a. perajurit Tentara Republik Indonesia, Angkatan Laut Republik Indonesia dan
Angkatan Udara Republik Indonesia;
b. orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan
perajurit yang dimaksudkan dalam sub a;
c. orang yang tidak termasuk golongan a atau b, tetapi berhubung dengan
kepentingan ketentaraan, atas ketetapan Menteri Pertahanan dengan
persetujuan Menteri Kehakiman, harus diadili oleh Pengadilan Tentara.
Pasal 3.
Berhubung dengan yang tersebut dalam pasal 2 a dan b, Pengadilan Tentara berkuasa
mengadili suatu perkara hanya jika pembuatnya pada waktu melakukan perbuatannya
adalah perajurit yang dimaksudkan dalam pasal 2 sub a atau orang yang dimaksudkan
dalam pasal 2 sub b.
Pasal 4.
Pengadilan Tentara mengadili pula perkara-perkara kejahatan yang dilakukan oleh
siapapun juga jikalau kejahatan-kejahatan tersebut termasuk titel I atau titel II buku
dua dari Kitab Undang-undang hukum pidana dan dilakukan dalam lingkungan yang
dinyatakan dalam keadaan bahaya berdasarkan pasal 12 Undang-undang Dasar.
Pasal 5.
Kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh mereka yang dimaksudkan dalam
pasal 2 sub a dan b, bersama-sama dengan orang yang tidak termasuk golongan a dan
b itu, diadili oleh pengadilan biasa, kecuali jikalau menurut ketetapan Menteri
Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diadili oleh
Pengadilan Tentara.
Pasal 6.
Perselisihan tentang kekuasaan antara Pengadilan Tentara dan Pengadilan biasa
diputus oleh Presiden.
BAB II.
TENTANG MAHKAMAH TENTARA AGUNG.
Pasal 7.
(1) Mahkamah-Tentara Agung berkedudukan di tempat kedudukan Mahkamah Agung
dan daerah hukumnya ialah seluruh Indonesia.
(2) Mahkamah-Tentara Agung bersidang di tempat kedudukannya, kecuali jikalau
berhubung dengan keadaan Negara atas Ketetapan Menteri Pertahanan dengan
persetujuan Menteri Kehakiman sidang itu harus diadakan di tempat lain.
Pasal 8.
(1) Ketua, Wakil Ketua dan anggauta-anggauta Mahkamah Agung karena jabatannya
menjadi Ketua, Wakil Ketua dan anggauta-anggauta Mahkamah-Tentara Agung.
(2) Selain dari anggauta-anggauta tersebut dalam ayat 1, Mahkamah-Tentara Agung
terdiri atas tiga orang ahli hukum lain dan enam opsir tentara yang
serendah-rendahnya berpangkat letnan kolonel.
(3) Anggauta-anggauta tersebut dalam ayat 2 diangkat dan diperhentikan oleh
Presiden.
Pasal 9.
(1) Jaksa Agung karena jabatannya menjadi Jaksa-Tentara Agung.
(2) Bilamana Jaksa-Tentara Agung berhalangan maka ia diwakili oleh seorang Jaksa
Tinggi tingkat I pada Kejaksaan Agung atau salah seorang Jaksa Tinggi lain yang
ditunjuk oleh Jaksa Agung.
Pasal 10.
(1) Panitera Mahkamah Agung karena jabatannya menjadi panitera
Mahkamah-Tentara Agung.
(2) Apabila Panitera tersebut berhalangan ia diwakili pegawai yang berhak
mewakilinya sebagai Panitera Mahkamah Agung, atau oleh pegawai lain yang
ditunjuk oleh Ketua Mahkamah-Tentara Agung.
Pasal 11.
(1) Mahkamah-Tentara Agung bersidang dengan lima orang hakim terhitung
ketuanya.
(2) Dari lima orang hakim itu dua orang harus ahli hukum dan tiga orang opsir
tentara.
(3) Opsir ini harus ketiga-tiganya berkedudukan militer lebih tinggi daripada
kedudukan militer terdakwa-terdakwa yang perkaranya harus diadili.
(4) Apabila dalam suatu perkara diantara enam opsir yang dimaksudkan dalam
pasal 8 ayat 2 tiada terdapat tiga opsir yang memenuhi syarat tersebut dalam
ayat 3 maka Presiden, hanya untuk mengadili perkara itu, mengangkat opsir
secukupnya, yang memenuhi syarat tadi, sebagai hakim.
(5) Hakim ini dengan sendirinya dianggap berhenti apabila ia telah menanda
tangani putusan dalam perkara tersebut.
(6) Apabila Ketua atau Wakil Ketua berhalangan, maka sidang diketuai oleh
anggauta ahli hukum yang ditunjuk oleh Ketua.
Pasal 12.
Mahkamah-Tentara Agung memutus dalam tingkatan pertama dan penghabisan:
1. Perkara-perkara yang terdakwanya atau salah satu dari terdakwanya :
a. adalah perajurit yang serendah-rendahnya berpangkat mayor;
b. adalah seorang yang seandainya dituntut di hadapan pengadilan biasa,
diputus oleh Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi.
2. Perselisihan tentang kekuasaan antara Mahkamah-mahkamah-Tentara.
Pasal 13.
Mahkamah-Tentara Agung mengadili dalam tingkatan kedua dan penghabisan dalam
perkara-perkara yang telah diadili oleh Mahkamah-Tentara.
BAB III.
Tentang Mahkamah-Tentara.
Pasal 14.
Tempat kedudukam Mahkamah-mahkamah-Tentara beserta daerah hukumnya
masing-masing ditetapkan oleh Menteri Pertahanan.
Pasal 15.
(1) Jikalau tidak diadakan ketetapan lain oleh Menteri Kehakiman, maka Ketua
Pengadilan Negeri, yang dalam daerah-hukumnya termasuk tempat, yang
ditunjuk sebagai tempat kedudukan Mahkamah-Tentara, karena jabatannya
menjadi Ketua Mahkamah-Tentara; begitu juga Panitera Pengadilan Negeri
tersebut karena jabatannya menjadi Panitera Mahkamah-Tentara.
(2) Jikalau tidak diadakan ketetapan lain oleh Menteri Kehakiman, Kepala
Kejaksaan Pengadilan Negeri yang dimaksudkan dalam ayat 1, karena
jabatannya menjadi Jaksa-Tentara pada Mahkamah-Tentara.
(3) Menteri Kehakiman menunjuk Ketua - dan Jaksa-pengganti Mahkamah-Tentara.
(4) Apabila panitera yang dimaksudkan dalam ayat 1 berhalangan, maka ia juga
untuk pekerjaannya pada Pengadilan-Tentara diwakili oleh pegawai yang
mewakilinya pada Pengadilan Negeri.
Pasal 16.
(1) Buat tiap-tiap Mahkamah-Tentara jumlah anggauta- anggauta opsirnya
sesediki-dikitnya empat orang.
(2) Mereka diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
Pasal 17.
(1) Mahkamah-Tentara bersidang dengan seorang ahli hukum sebagai Ketua, dua
opsir tentara yang serendah-rendahnya berpangkat kapten sebagai anggauta,
seorang JaksaTentara dan seorang Panitera.
(2) Opsir yang dimaksudkan dalam ayat 1 harus kedua-duanya berkedudukan Militer
lebih tinggi dari pada kedudukan militer terdakwa-dakwa yang perkaranya harus
diadili.
(3) Apabila dalam suatu perkara diantara opsir-opsir yang dimaksudkan dalam pasal
16 ayat 1 tiada terdapat dua opsir yang memenuhi syarat tersebut dalam ayat
2, maka komandan tertinggi dari daerah hukum Mahkamah-Tentara yang
bersangkutan hanya untuk mengadili perkara itu, mengangkat opsir secukupnya,
yang memenuhi syarat tadi, sebagai hakim.
(4) Hakim ini dengan sendirinya dianggap berhenti apabila ia telah menanda
tangani putusan dalam perkara tersebut.
Pasal 18.
Dengan tidak mengurangi apa yang termuat dalam pasal 2, 3 dan 4.
Mahkamah-Tentara mengadili semua perkara kejahatan dan pelanggaran yang :
a. dilakukan oleh perajurit yang termasuk suatu pasukan yang berada di
dalam daerah hukumnya;
b. dilakukan di dalam daerah-hukumnya.
Pasal 19.
(1) Apabila lebih dari satu Mahkamah-Tentara berkuasa mengadili suatu perkara
dengan syarat-syarat yang sama kuatnya, maka Mahkamah yang menerima
perkara itu lebih dahulu dari kejaksaan, harus memutus perkara tersebut.
(2) Dari syarat-syarat tersebut dalam pasal 18 maka syarat a adalah lebih kuat dari
pada syarat b.
BAB IV.
Susunan Pengadilan Tentara
buat mengadili pelanggaran.
Pasal 20.
(1) Pengadilan Tentara dalam mengadili perkara pelanggaran terdiri dari seorang
hakim yaitu Ketua pengadilan itu.
(2) Putusannya dijatuhkan dalam tingkatan pertama dan penghabisan.
(3) Mahkamah-Tentara Agung dalam susunannya untuk mengadili perkara
pelanggaran berhak memerintah Ketua Mahkamah-Tentara yang bersangkutan
sebagai pengganti Mahkamah-Tentara Agung mengadili perkara pelanggaran
yang seharusnya diadili oleh Mahkamah-Tentara Agung.
ATURAN PENUTUP
Pasal 21.
Ketua, Wakil Ketua, Anggauta-anggauta, Jaksa serta Panitera Pengadilan Tentara yang
bukan opsir tentara, oleh Presiden diberi pangkat militer sesuai dengan kedudukan
masing-masing.
Pasal 22.
Jika perlu berhubung dengan keadaan, Presiden berhak membentuk pengadilan
tentara luar biasa yang susunannya menyimpang dari peraturan dalam Undang-undang
ini.
Pasal 23.
Kecuali apa yang telah ditetapkan di atas, maka segala penyelenggaraan
Undang-undang ini dikerjakan dengan penetapan Menteri Pertahanan dengan
persetujuan Menteri Kehakiman.
Pasal 24.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diumumkannya.

Ditetapkan di Yogyakarta
pada tanggal 8 Juni 1946.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEKARNO.
Menteri Kehakiman.
Mr. SOEWANDI.
Menteri Pertahanan.
AMIR SJARIFOEDIN.
Diumumkan
pada tanggal 8 Juni 1946.
Sekretaris Negara,
A.G. PRINGGODIGDO.

Demikian tulisan tentang:

Download UU Nomor Tahun 7 1946 | pdf

Semoga bermanfaat dan salam NKRI!

Post a Comment for "Download UU Nomor Tahun 7 1946 | pdf"